13 research outputs found

    Wedhus Gembel Halahala Mandaragiri

    Get PDF
    A side from Mount Merapi, Mount Bromo and Anak krakatau erupted just the latter. Last Saturday (27/11), the Mandara Mountain also erupted tremendous. Horribly, spit out “wedhus gembel” contain with halahala which is a deadly poison. The toxins that spewed from the top of the mountain threaten all living things. But the people of Central Java, who witnessed the eruption of Mount Mandara seemed calm and even enjoy it. Mandaragiri eruption was a ballet performance that was held in Pendhapa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Central Java. Ballet entitled “Siwa Wisaya“performed by the students of ISI Denpasar, which served as the ultimate performance on Gong Kebyar Mebarung in Java and Bali area, held by ISI Surakarta. Gong Kebyar duel that lasted two nights, on the 26th -27th last November, presents four different groups namely: Gong Kebyar ISI Surakarta, ISI Yogyakarta, Puspa Giri Semarang, and ISI Denpasar. The story of Mandara Mountains are served by 60 students of ISI Denpasar, it was contextual with the eruption of natural disasters that are now happening in Indonesia. Mandaragiri is very familiar in Java community whose leather puppet lovers. Therefore, the turn of Mandaragiri in the early part of the Mahabharata epic was applied to be communicative in a ballet performance which lasts for 25 minutes. The audiences who attend the Pendhapa listened with enthusiasm and keen of the artistic display with a message which is underlined verbally by the mastermind or narrator in Old Javanese and Indonesian. Once in Satyayuga age, the gods and giants are agree to work together to find Tirta Amrita or the water of eternal life. To get the holy water they should stirring the sea of ​​milk “Ksiarnawa”, with a mountain. On the appointed day, the Mandara mountain at the Island of Sangka which carried by Hyang Antaboga is thrown into the middle of the ocean. To keep the mountain floating, Kurma the tortoise rested on the seabed and occupied on the top of the mountain is God Indra. Naga Basuki is twisted on the mountain, his head held by the giants and his tail pulled by the gods. Mandaragiri is turned on. The Ocean was boiling and typhoons blustering. The habitats of the mountain are bounced out and the ocean habitats are scattered. Suddenly from the top of the Mandara mountain sprit a solid black blob. The gods and the giants cheered excitedly, scrambling and about to drink the melting lump. Lord Shiva is watching carefully of gods and giants action he was swiftly captured and immediately drank it. Lord Shiva's neck turned into dark blue because the one it was drunk by Lord Shiva is the killer toxin halahala. The gods and the giants get more curios and re-play the turn of Mandara Mountains which then disburse a clear liquid fragrance, Tirta Amrita. The giants fiercely controlled and run. Luckily, God Vishnu wins while pretended to be an angel and seduce them. Tirta Amrita was then spread by God Vishnu to all the human being in the earth and also to bring happiness and world peace. The cultivation of "Shiva Wizard” ISI Denpasar ballet was pretty neat. I Wayan Sutirtha, S. Sn, M. Sn, one of the choreographers say that he quite satisfied with the artwork of the performance and the dancer’s magnificence accordance with the concept of artistic and aesthetic which had planned. The same opinion is also conveyed by a composer Ida Bagus Nyoman Mas, SSKar he impressed and salutes with the drummer’s team confidence and concentration that appear so neat. The coach at puppetry, I Ketut Kodi, SSP, M. Si and I Nyoman Sukerta, S. Sn, M. Si, also revealed his goal against the appearance of liking the narrator and puppeteer by one of the students at puppetry department ISI Denpasar, Bagus Bharatanatya. Apart to aesthetic visual communication through dance and gamelan musical audio system, Balinese dance-dramas that are performed in front of the community of Central Java interweave a verbal communication within the Indonesian National language. Narration in the Indonesian language was deeply touched when thrown the moral expressions. The scene of Lord Shiva drank the poison of Mandara Mountains which caused his neck on fire, given the word of Lord Shiva narrative: “Hai para dewa dan para asura, cairan yang kalian perebutkan itu adalah halahala, racun. Aku tak ingin kalian mati binasa karena minum racun gunung itu. Sebagai penguasa semesta, aku rela mengorbankan diriku. Sebagai pemimpin, aku rela jadi tumbal kehidupan demi keselamatan hidup dan keberlangsungan kehidupan“ means : Dear gods and the giants, the liquid that you guys fighting for is halahala poison. Lord Shiva does not want them to drink poison and perish because of the mountains poison. As the possessors of the universe, I'm willing to sacrifice myself. As a leader, I'm willing to be a sacrificial life for the sake of safety of life and sustainability of life. The audiences were satisfied with it. Art is the vehicle for a flexible and powerful communication. When natural disasters came in a row and whack this nation, then the art breakthrough to give an amusement, reflection, and a vessel for introspection. Just try to be reviewed on the last part of the "Shiva Wizard" ballet of ISI Denpasar. As he splashed Tirta Amrita, God Vishnu said: "O gods, giants, and all mankind. Birth, life, and death are the destiny. Sangkan paraning dumadi is the power of Hyang Widhi. Pray for the Lord. Maintain harmony together and ......, save the earth with loving & harmony

    Kesepadanan Makna Sosiokultural Terjemahan Lakon Lubdaka Buku The Invisible Mirror dari Bahasa Bali ke dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris

    Get PDF
    Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi makna sosiokultural; (2) menganalisis tingkat kesepadanan makna sosiokultural; (3) mencermati strategi penerjemahan, khususnya bagian pertunjukan wayang; dan (4) membandingkan ideologi penerjemahan yang mendominasi penerjemahan buku The Invisible Mirror. Buku tersebut memuat tiga bahasa, yakni: bahasa Bali sebagai bahasa sumber, sekaligus terjemahannya dalam bahasa Indonesia (teks 2/T2) dan bahasa Inggris (teks 3/T3). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Subjek penelitian yakni buku The Invisible Mirror, Siwaratrikalpa: Balinese literature in performance yang memuat isi dari lontar Siwaratrikalpa lakon Lubdaka yang ditransformasikan dari pertunjukan wayang tradisional Bali. Fokus penelitian diawali dengan mengidentifikasi makna-makna sosiokultural Bali, istilah-istilah, dan sebutan-sebutan pada kajian unit terjemahan. Unit-unit terjemahan di T2 dan T3 kemudian diklasifikasikan ke dalam wujud kebudayaan sociofact, mantifact dan artifact. Pengumpulan data menggunakan teknik baca, simak, catat (BSC) dengan penulis sebagai instrumen utamanya. Data penelitian dianalisis menggunakan metode padan intralingual dan untuk menguji keabsahan datanya digunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian di T2 dan T3 menunjukkan bahwa: (1) Dari keseluruhan makna-makna sosiokultural yang teridentifikasi, sociofact dan mantifact lebih banyak memuat makna yang bersifat sosiokultural dibandingkan dengan artifact yang lebih banyak memuat makna yang sifatnya universal sehingga mudah untuk ditemukan padanannya; (2) Tingkat kesepadanan makna di T2 dan T3, sebagian besar merepresentasikan makna sosiokultural. Perbedaannya, penerjemah di T3 mencantumkan padanan deskriptif pada makna sosiokultural di T3, sedangkan penerjemah T2 jarang sekali menambahkan padanan deskriptif di T2; (3) Strategi penerjemahan yang mendominasi di T2 adalah transposisi 55,6%, diikuti dengan borrowing 10,6%, ekuivalensi 9,3%, modulasi 8,8%, terjemahan literal 7,8%, calque 5,2% dan adaptasi 2,7%. Di T3 hasil menunjukkan bahwa, strategi penerjemahan transposisi paling banyak muncul yakni 58,8%, diikuti dengan ekuivalensi 16,2%, adaptasi 6,5%, borrowing 6,4%, modulasi 4,6%, terjemahan literal 3,9% dan yang paling sedikit digunakan adalah calque 3,6%; (4) Ideologi penerjemahan menunjukkan bahwa penerjemah T2 dan T3 cenderung menggunakan ideologi foreignisasi yakni sebanyak 61,1% di T2 dan 52,3% di T3. Dengan demikian, penerjemah di T2 dan T3 berusaha untuk mempertahankan atmosfir dan cita rasa kultural Bali sehingga pembaca bahasa sasaran mendapatkan pembelajaran lintas budaya yang terdapat di dalam buku The Invisible Mirror

    EH HO-CITTAKRAMA-ABYUDAYA DESA SWABUDAYA GADUNGAN

    Get PDF
    Om Swastyastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu, Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung kertha wara nugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS) Desa Gadungan dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan bermakna. NCS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar bermitra dengan Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan. Desa Gadungan dipilih sebagai mitra NCS karena potensi desa yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan NCS di Desa Gadungan terdiri atas penciptaan tari dan iringan (Murdha Nata Sekar Gadung), video profil Desa Gadungan, peletakan prasasti NCS ISI Denpasar dan buku monografi Desa Gadungan. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di Desa Gadungan. Buku monografi Desa Gadungan dengan judul Yeh Ho-CittakramaAbyudaya memberikan gambaran mengenai Desa Gadungan dengan potensi sumber daya alam yang dilintasi sungai Yeh Ho sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Desa Gadungan. Sungai Yeh Ho memberikan manfaat bagi lahan pertanian dan perkebunan warga sehingga potensi agro di Desa Gadungan menjadi potensi terbesar. Cittakrama berkaitan dengan latar belakang sejarah perjuangan kemerdekaan RI 1945. Desa Gadungan menjadi basis perjuangan dengan menghadirkan pejuang-pejuang tangguh yang membela persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dibuktikan dengan adanya monumen perjuangan. Abyudaya terkait dengan kemakmuran dan semangat hidup masyarakat. Potensi Desa Gadungan dikembangkan melalui program NCS sebagai upaya mendorong pemajuan perekonomian masyarakat setempat sejalan visi NCS, yakni mewujudkan ekosistem seni budaya berkelanjutan Seluruh tim NCS Desa Gadungan menghaturkan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat Desa Gadungan yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan NCS ini. Om Santih, Santih, Santih Om

    ARTIK Edisi 2

    Get PDF
    KATA PENGANTAR Puja pangastuti sesanthi angayubagia, kami panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya buku dengan judul “ARTIK” Edisi 2. Buku ini adalah kumpulan artikel yang ditulis tri civitas akademika ISI Denpasar pada page website ISI Denpasar selama kurun waktu tahun 2020. Kegiatan penulisan artikel pada website ISI Denpasar merupakan rencana kegiatan rutin yang diagendakan setiap tahun oleh UPT. Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) ISI Denpasar. Pada tahun 2020 artikel tersebut dikumpulkan dalam pusparagam artikel. Dengan tujuan untuk menyebarkan lebih luas gagasan-gagasan ilmiah maka dilakukan alih media terbit dari website kedalam buku. Artikel yang diterbitkan dalam buku ARTIK berjumlah 56 judul. Dalam pembahasan buku ini, meliputi ruang lingkup fenomena maupun keunikan seni dan budaya pada ranah seni pertunjukkan serta seni rupa dan desain. Hal tersebut sesuai dengan filosofi dari nama buku ARTIK yang mengandung makna ART adalah seni dan TIK adalah media awal publikasi melalui teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa website. Untuk itu pada terbitan awal buku ini, tim penyusun menyadari bahwa terkait dengan hasil akhirnya masih jauh dari sempurna sehingga tim sangat mengharapkan koreksi dan masukan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini pula, tim penyusun ingin menyampaikan terimakasih kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Si, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn. Kepala UPT TIK Nyoman Lia Susanthi, S.S., iv ARTIK M.A, Kasubag TIK Ni Luh Kadek Dwi Gunawati, S.E, Staf TIK Ni Made Dwi Oktaviani, S.Kom., Yulia Ardiani, S.Kom., IB. Gede Wahyu Antara Dalem, S.Kom., A.A. Gede Bagus Ariana, S.T., M.T., I Putu Widi Adnyada, S.Kom, Editor artikel website Prof. Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn serta seluruh penulis artikel yang telah mempercayakan tulisannya diunggah ke website ISI Denpasar. Oktober 2020 Tim Penyusu

    REPRESENTASI BATIK PADA KEMASAN PRODUK NE BALI SOAP

    No full text
    ABSTRAK Salah satu produk sabun dan perawatan tubuh yang ada di pasaran khususnya di Bali adalah Ne Bali Soap. Jenis produknya yakni sabun, sabun cair, body lotion, massage oil, lulur beras, shampoo, bath salt, body butter, body mist dll. Yang menjadi ketertarikan peneliti terhadap produk Ne Bali Soap adalah kemasannya yang unik. Pada setiap kemasan produk Ne Bali Soap yang merupakan produk perawatan tubuh asli dari Bali terdapat ilustrasi berbagai jenis motif batik khas Indonesia khususnya batik Jawa. Hal inilah yang menjadi fenomena yang penting untuk diteliti, mengapa produk oleh-oleh Bali menggunaka batik Jawa. Representasi batik pada kemasan Ne Bali Soap ini perlu diteliti sebab untuk mengetahui apa yang melatar belakangi perusahaan Ne Bali Soap menggunakan batik pada kemasan produknya. Selain itu, untuk memahami bagaimana bentuk representasi batik ini jika dilihat dari elemen desain dalam sudut padang teori desain komunikasi visual. Serta apa makna representasi batik pada kemasan produk ne Bali Soap dalam upaya membangun citra produk dibenak konsumen dengan teknil analisa semiotika. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil Yang diperoleh rata-rata pada kemasan produk ini berupa primary packaging/ kemasan primer. teks yang ada pada kemasan dapat dibaca dan mudah dibaca dari jarak tertentu,jarak antar huruf maupun spasi telah diatur dengan baik. Namun kebanyakan teks berbahasa Inggris. Tipografi yang digunakan pada kemasan produk ini kebanyakan menggunakan jenis huruf san serif, nama hurufnya century gothic Ilustrasi yang digunakan pada semua kemasan produk semua menggunakan ilustrasi berupa logo perusahaan berupa bunga. Dan batik yang digunakan pada kemasan yakni : menggunakan ilustrasi ornamen Patra Punggel ,batik mega mendung , batik delimo drajat. Makna yang ada dalam beberapa batik ini berupa makna representasi secara filosofi batik dan juga makna secara semiotika (ikon, indeks,simbol). Kata Kunci : Representasi, Batik, kemasan, ne Bali Soap ABSTRACT A product sold certainly can not be separated from the packaging as a wrapper to protect its contents. One of the products of soap and body care on the market, especially in Bali is Ne Bali Soap. The types of products are soap, liquid soap, body lotion, massage oil, rice scrub, shampoo, bath salt, body butter, body mist etc. The researcher's interest in the product of Ne Bali Soap is a unique packaging that makes it different from the packaging of similar body care products. In every packaging of Ne Bali Soap products which is a genuine body care product from Bali there are illustrations of various types of typical Indonesian batik motifs, especially Java batik. This is a phenomenon that is important to investigated, why Bali souvenir products using Java batik. Representation of batik on Ne Bali Soap packaging needs to be investigated because to know what background behind company Ne Bali Soap using batik on product packaging. In addition, to understand how this form of batik representation when viewed from the design elements in the visual field of visual communication design theory. And what is the meaning of batik representation on the packaging product ne Bali Soap in an semiotic analysis. This research used descriptive qualitative method. The results obtained on the average packaging of this product in the form of primary packaging. Text contained on the packaging can be read and easy to read from a certain distance, the distance between letters and spaces has been set well. But most texts speak English. Typography used in this product packaging mostly use the type san font serif, the name of the letter century gothic Illustration used in all product packaging all using the illustration of a company logo in the form of flowers. And batik used on the packaging that is using the illustrations Patra Punggel ornaments, batik mega mendung, batik delimo drajat. The meaning that exists in some batik is a meaning of representation in the philosophy of batik and also the meaning of semiotics (icons, indexes, symbols). Keywords: Representation, Batik, packaging, ne Bali Soa

    Wimba Loka

    No full text
    Karya ini terinspirasi dari perjalanan hidup penata sendiri. Sejak kecil penata mengalami masa kanak-kanak yang penuh kasih sayang dari kedua orang tua. Ketika beranjak remaja, perasaan nyaman dan kasih sayang tersebut berubah menjadi perasaan bimbang dan takut, karena ibu penata jatuh sakit. Ketika penata masih menempuh ilmu di bangku SMK, ibu penata kemudian berpulang meninggalkan keluarga dan dunia fana. Perasaan tersebut berubah menjadi sebuah tangisan dan kesedihan serta terusmenerus membayangi penata. Seiring berjalannya waktu dengan dorongan keluarga dan bantuan beasiswa bidikmisi ISI Denpasar, penata dapat bangkit dari keterpurukannya serta dapat mewujudkan keinginan sang ibu. Karya ini memiliki bentuk yaitu tabuh kreasi petegak palegongan, tabuh pelegongan memiliki karakteristik yaitu, melodis, lembut dan ritmis. Dalam karya ini terdiri atas tiga bagian pokok diantaranya adalah kawitan, pengawak dan pengecet. Setiap bagian tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda sesuai isi dalam ide tersebut. Pada kawitan terdapat pengeksplorasian masa kanak-kanak yang penuh kasih sayang, bagian pengawak pengeksplorasian suasana sedih karena ditinggalkan oleh sang ibu, bagian ini juga merupakan penonjolan karakter yang terdapat dalam tabuh palegongan, sedangkan pada bagian pengecet pengekplorasian susana senang dan riang gembira, karena mampu mewujudkan keinginan sang ibu berkat adanya beasiswa bidik misi dari ISI Denpasar, karya ini menggunakan media ungkap gong kebyar. Kata Kunci : Wimba Loka, kreasi petegak pelegonga

    ’’Purwa”

    No full text
    Proses penciptan suatu karya seni pada dasarnya harus memiliki materi tertentu untuk menunjang terwujudnya karya seni itu sendiri. Karya musik purwa terinspirasi dari upacara agama yaitu sebagian kecil upacara mamukur, prosesi purwa daksina. Upacara ritual di Bali sangat beragam bentuknya dan masih disakralkan sampai saat ini. Salah satu upacara yang menginspirasi penata adalah upacara mepurwa daksina. Ketika melihat prosesi upacara mepurwa daksina, dilakukan ritual untuk menyucikan roh leluhur. Penata kemudian melihat keunikan dari berbagai sarana yang digunakan dalam proses upacara tersebut. Salah satunya, penempatan berbagai warna sebagai simbol dari arah mata angin. Keterkaitan dengan karya musik ini yaitu pemilihan warna untuk mewakili suasana menjadikan suatu karya musik yang melodis. Karya seni ini memberikan suatau ruang khusus untuk membuat suatu garapan yang melodis, menggambarkan arah timur dengan warna putih. Dimana setiap bagian akan memakai arti warna putih tersebut. Pada bagian pertama akan mengungkapkan arti warna putih, dewata nawa sanga dan lontar prakempa yang arahnya timur dan nadanya dang. Pada bagian kedua akan mengungkapkan arti dari warna putih yang memiliki kesucian di dalam kehidupan, dan bagian ketiga akan mengungkapkan arti warna putih yang berarti kedamaian. Garapan ini akan memakai media ungkap gong suling. Karya musik ini berbentuk karya musik inovatif, yang dimana mengolah pola-pola permainan yang sudah ada, mengolah melodi, tempo dan harmoni menjadikan suatu karya musik yang utuh. Kata Kunci : purwa, Arah Timur, putih, Gong Sulin

    Karawitan Inovatif Ngastiti

    No full text
    Abstrak Dalam mewujudkan sebuah karya seni karawitan diharapkan memiliki nilai spirit dan bobot yang tinggi. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan sebuah keuletan dan kesabaran dalam proses penataan sampai terwujudnya ide tersebut yang diharapkan bisa diterima oleh masyarakat luas. Agar mampu tampil sebagai sebuah garapan karawitan yang berkualitas serta mengacu pada akar-akar budaya setempat serta nilai-nilai estetika dan etika dalam berkarya, maka sebagai dasar pijakannya adalah proses perenungan sebagai seorang seniman yang lahir di desa, akrab dengan alam sekitar serta berbaur dengan masyarakat yang tampil sederhana apa adanya, serta penuh dengan pengabdian dalam tingkah laku, yang bermula dari proses pemurnian hati. Agar mampu tampil sebagai sebuah garapan karawitan yang berkualitas serta mengacu pada akar-akar budaya setempat serta nilai-nilai estetika dan etika dalam berkarya, maka sebagai dasar pijakannya adalah proses perenungan sebagai seorang seniman yang lahir di desa, akrab dengan alam sekitar serta berbaur dengan masyarakat yang tampil sederhana apa adanya, serta penuh dengan pengabdian dalam tingkah laku, yang bermula dari proses pemurnian hati. Inovasi baru yang dimaksud dalam karya karawitan Ngastiti ini adalah bagaimana penerapan teknik atau motif permainan instrumen yang digunakan khususnya penggunaaan Bonang Panembung dan Bonang Panerus yang dimainkan tidak seperti layaknya memainkan bebonangan gaya Jawa, tetapi memasukan teknik-teknik permainan reong gaya Bali, seperti teknik ubit-ubitan dan norot. Begitu pula dalam permainan Kendang Sabet dan Ciblon tidak dimainkan dengan gaya Jawa, melainkan penata memasukan motif atau paten pukulan Tabla India yang dikombinasikan dengan pukulan kendang Bali. Kata Kunci: Karawitan Inovatif, Ngastiti, Bonang panembung, Bonang penerus Abstract In realizing a karawitan artwork is expected to have a high spirit and weight. To be able to realize it required a tenacity and patience in the process of structuring until the realization of the idea that is expected to be accepted by the wider community. In order to be able to emerge as a good quality of karawitan as well as referring to local cultural roots and aesthetic and ethical values in the work, so as the basis of his footing is the process of contemplation as an artist born in the village, familiar with the natural surroundings and mingle with the community Who appear simple as it is, and full of devotion in behavior, which starts from the process of purification of the heart. In order to be able to emerge as a good quality of karawitan as well as referring to local cultural roots and aesthetic and ethical values in the work, so as the basis of his footing is the process of contemplation as an artist born in the village, familiar with the natural surroundings and mingle with the community Who appear simple as it is, and full of devotion in behavior, which starts from the process of purification of the heart. The new innovation that is meant in Ngastiti musical masterpiece is how the application of technique or motive of game of instrument which is used especially the use of Bonang Panembung and Bonang Panerus which is played not like to play bebonangan Javanese style, but entering technique of Bali-style reong game, such as technique of ubit- Pinch and norot. Similarly in the game Sabang Sabet and Ciblon is not played with the Javanese style, but the stylist includes motifs or patents blow Tabla India combined with Bali drums blow. Keywords: Innovative Karawitan, Ngastiti, Bonang Panembung, Bonang peneru

    Karawitan Inovatif Harita

    No full text
    ABSTRAK Bunga Jepun Bali memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sarana upacara agama Hindu khususnya di Bali. Bunga jepun khas Bali memiliki gabungan dua jenis warna yaitu putih dan kuning juga secara umum bunga tersebut memiliki kelopak (mahkota) yaitu lima kelopak namun, ada pula yang berkelopak empat, enam, bahkan sampai sepuluh kelopak. Dari berbagai macam jenis bunga jepun di Bali penata sangat terinspirasi dengan bunga tersebut dari warna yang berbeda, terlihat indah dan melekat pada tempat yang sama. Konsep penata dengan perpaduan warna yang berbeda dalam sebuah karya karawitan inovatif yang berjudul Harita juga dengan pemilihan alat untuk mendukung garapan penata sangat terinspirasi menggunakan dua gamelan yaitu Semar Pagulingan dan Selonding. Untuk lebih menajamkan keutuhan dari garapan yang akan disajikan, maka istilah kawitan, pengawak, dan pengecet akan penata tuangkan dalam garapan Harita menjadi bagian-bagian yaitu: bagian I, bagian II, dan bagian III. Penuangan ide garapan dalam bunga jepun Bali yaitu dari bagian pertama penata menggambarkan keindahan dari bunga jepun Bali, dengan permainannya melodi yang lembut. Bagian kedua dari garapan saling bergantian dan menonjolkan satu per satu dari kedua gamelan Semar Pagulingan dan Selonding. Bagian ketiga menggambarkan perpaduan dari warna kuning dan putih hingga menjadi satu kesatuan. Permainan musik bagian ketiga ini saling bersamaan, juga saling bergantian dan bagian akhir garapan menggambarkan bunga jepun tersebut agar terlihat tetap indah. Garapan komposisi ini dengan durasi 12.30 menit. Kata kunci: Karawitan inovatif, Semar pagulingan, Selonding, Bunga Jepun. ABSTRACT Balinese flower Bali has several functions as a means of Hindu religious ceremonies, especially in Bali. Balinese flower has a combination of two types of colors are white and yellow also in general the flower has petals (crown) that is five petals, but there are also berkelopak four, six, even up to ten petals. From the various types of jepun flower in Bali the stylist is very inspired with the flowers of different colors, looks beautiful and attached to the same place. The concept of stylist with different color combinations in an innovative karawitan work entitled Harita also with the selection of tools to support the artist's style is inspired by two gamelan that is Semar Pagulingan and Selonding. To further sharpen the wholeness of the cultivation to be presented, the terms kawitan, pengawak, and pengetak will stylist pour in Harita's claim to be parts namely: part I, part II, and part III. Pouring the idea in Balinese flower that is from the first part of the stylists describe the beauty of Balinese jepun flowers, with soft melody playing. The second part of the cultivation takes turns and features one by one from both Semar Pagulingan and Selonding gamelan. The third section illustrates the combination of yellow and white to become one. The third part of the music game is simultaneous, also interchangeable and the end of the cultivation depicts the jepun flower to look beautiful. Garapan this composition with a duration of 12.30 minutes. Keywords: Innovative Karawitan, Semar Pagulingan, Selonding, Jepun Flowe

    Karawitan Eksperimen Adiksi

    No full text
    ABSTRAK Bunga Jepun Bali memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sarana upacara agama Hindu khususnya di Bali. Bunga jepun khas Bali memiliki gabungan dua jenis warna yaitu putih dan kuning juga secara umum bunga tersebut memiliki kelopak (mahkota) yaitu lima kelopak namun, ada pula yang berkelopak empat, enam, bahkan sampai sepuluh kelopak. Dari berbagai macam jenis bunga jepun di Bali penata sangat terinspirasi dengan bunga tersebut dari warna yang berbeda, terlihat indah dan melekat pada tempat yang sama. Konsep penata dengan perpaduan warna yang berbeda dalam sebuah karya karawitan inovatif yang berjudul Harita juga dengan pemilihan alat untuk mendukung garapan penata sangat terinspirasi menggunakan dua gamelan yaitu Semar Pagulingan dan Selonding. Untuk lebih menajamkan keutuhan dari garapan yang akan disajikan, maka istilah kawitan, pengawak, dan pengecet akan penata tuangkan dalam garapan Harita menjadi bagian-bagian yaitu: bagian I, bagian II, dan bagian III. Penuangan ide garapan dalam bunga jepun Bali yaitu dari bagian pertama penata menggambarkan keindahan dari bunga jepun Bali, dengan permainannya melodi yang lembut. Bagian kedua dari garapan saling bergantian dan menonjolkan satu per satu dari kedua gamelan Semar Pagulingan dan Selonding. Bagian ketiga menggambarkan perpaduan dari warna kuning dan putih hingga menjadi satu kesatuan. Permainan musik bagian ketiga ini saling bersamaan, juga saling bergantian dan bagian akhir garapan menggambarkan bunga jepun tersebut agar terlihat tetap indah. Garapan komposisi ini dengan durasi 12.30 menit. Kata kunci: Karawitan inovatif, Semar pagulingan, Selonding, Bunga Jepun. ABSTRACT Balinese flower Bali has several functions as a means of Hindu religious ceremonies, especially in Bali. Balinese flower has a combination of two types of colors are white and yellow also in general the flower has petals (crown) that is five petals, but there are also berkelopak four, six, even up to ten petals. From the various types of jepun flower in Bali the stylist is very inspired with the flowers of different colors, looks beautiful and attached to the same place. The concept of stylist with different color combinations in an innovative karawitan work entitled Harita also with the selection of tools to support the artist's style is inspired by two gamelan that is Semar Pagulingan and Selonding. To further sharpen the wholeness of the cultivation to be presented, the terms kawitan, pengawak, and pengetak will stylist pour in Harita's claim to be parts namely: part I, part II, and part III. Pouring the idea in Balinese flower that is from the first part of the stylists describe the beauty of Balinese jepun flowers, with soft melody playing. The second part of the cultivation takes turns and features one by one from both Semar Pagulingan and Selonding gamelan. The third section illustrates the combination of yellow and white to become one. The third part of the music game is simultaneous, also interchangeable and the end of the cultivation depicts the jepun flower to look beautiful. Garapan this composition with a duration of 12.30 minutes. Keywords: Innovative Karawitan, Semar Pagulingan, Selonding, Jepun Flowe
    corecore